Bantaeng | JejakKasusNews.id – Memasuki tahun 2025, Kabupaten Bantaeng digegerkan dengan maraknya informasi tentang korban busur (anak panah) yang dominan terjadi pada malam hari.
Karena beberapa kejadian itu, salah satu Praktisi Hukum di Kabupaten Bantaeng ikut menanggapi.
Yudha Jaya, SH kepada JejakKasusNews.id pada Senin (05/01/2025), mengatakan: “Ada beberapa faktor yang menjadi akar masalah dari kejadian pembusuran ini, yakni, pertama secara sosial, anak kurang mendapat pengawasan atau kontrol dari orang tua (Internal keluarga), terutama keberadaan anak di malam hari”.
“Sebagai contoh, paling lambat Pukul 21:00 Wita ketika anak belum ada dirumah, orang tua kadang cuek dan tidak ada usaha mencari keberadaan anaknya. Orang tua kadang tidak mengetahui anaknya bergaul dimana dan bergaul dengan siapa, serta bebas berkeluyuran sampai pagi,” kata Yudha Jaya SH.
“Dalam aspek Hukum, anak yang terlibat sebagai Pelaku kekerasan, terkesan dilindungi oleh payung hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA),” jelas Yudha Jaya SH.
“Kasihan mereka para Korban busur itu, karena akan mengalami dua kerugian, yaitu kerugian biaya (tidak ditanggung BPJS) dan korban akan mengalami kerugian kesehatan, bahkan ada yang korban nyawa,” ungkap Yudha.
Sedangkan anak yang menjadi Pelaku itu, kata Yudha Jaya, dibawah payung hukum Undang-Undang SPPA, inilah yang menjadi kendala Aparatur Penegak Hukum (APH) melakukan tindakan tegas terhadap sebagai anak pelaku kekerasan.
“DPR RI selaku pembuat Undang-Undang sebaiknya merevisi UU SPPA, terutama Pasal yang mengatur tentang Sanksi Pidana Anak, karena sudah banyak anak-anak yang menjadi pelaku kriminal,” kata Yudha Jaya, SH.
“Kedua point tersebut menjadi penyebab kenakalan anak di Bantaeng sebagaimana hasil pengamatan saya dalam tiga tahun terakhir. Baik itu dalam fakta persidangan maupun hasil investigasi di masyarakat. Ini perlu atensi dari semua pihak, baik itu para orangtua maupun pemerintah,” tegas Yudha Jaya SH.(**)