Bantaeng – Dikutip dari Media Online Nasional detiknews pada Sabtu (15/03/2025) yang memberitakan bahwa telah beredar draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dimana dalam draf RUU itu, tertulis Jaksa hanya menjadi penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat.
Aturan itu tertuang dalam draf RUU KUHAP Pasal 6 tentang Penyidik.
Pasal tersebut juga menjelaskan kategori Penyidik.
Berikut bunyi dari Pasal 6 itu:
(1) Penyidik terdiri atas:
a. Penyidik Polri.
b. PPNS.
c. Penyidik Tertentu.
(2) Penyidik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penyidik utama yang diberi kewenangan untuk melakukan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
(3) Ketentuan mengenai syarat kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, serta sertifikasi bagi pejabat yang dapat melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam penjelasan lebih lengkap, dijelaskan beberapa kategori yang termasuk dalam penyidik tertentu.
Diantaranya, Penyidik KPK, Penyidik TNI AL yang melakukan penyelidikan sesuai peraturan perundang-undangan dan Penyidik Jaksa dalam hal ini melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat.
“Yang dimaksud dengan ‘Penyidik Tertentu’ adalah Penyidik Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penyidik Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perikanan, kelautan dan pelayaran pada wilayah zona ekonomi eksklusif dan Jaksa dalam tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia berat,” demikian bunyi penjelasan tersebut.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman meluruskan kalau draf RUU KUHAP yang mengatur kewenangan Jaksa hanya jadi penyidik kasus HAM bukan hasil akhir.
Dia lantas memberikan draf hasil akhir terkait ‘Penyidik Tertentu’ yang tidak mengatur kewenangan Jaksa.
“Saya melihat bahwa draf tersebut sepertinya bukan hasil yang terakhir. Draf terakhir yang seharusnya terakhir tertulis penyidik tertentu misalnya Penyidik KPK, Penyidik Kejaksaan, atau Penyidik OJK sebagaimana diatur dalam undang-undang,” kata Habiburokhman, Sabtu (15/3/2025).
Habiburokhman menegaskan dalam RUU KUHAP tidak ada mengatur kewenangan institusi dalam memeriksa dan menyelidiki kasus.
Habiburokhman menekankan: “KUHAP akan menjadi pedoman dalam proses pidana, bukan mengatur tentang kewenangan terhadap tindak pidana tertentu yang diatur dalam undang-undang di luar KUHP atau KUHAP”.
“Draf RUU KUHAP juga tidak mencabut undang-undang di luar atau materiil manapun sepanjang tidak mengatur acara pidana yang diatur dalam KUHAP,” kata dia.
Berikut penjelasan ‘Penyidik Tertentu’ berdasarkan draf terakhir:
“Yang dimaksud dengan ‘Penyidik Tertentu’ misalnya Penyidik Tertentu Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Penyidik Tertentu Kejaksaan dan Penyidik Tertentu Otoritas Jaksa Keuangan (OJK)”.
Salah satu Pengamat Hukum di Kabupaten Bantaeng saat ditemui media ini pada Sabtu malam (15/03/25) dan ditanyakan tentang Draf RUU KUHP, Dia mengatakan dengan nada keheranan: “Saya sudah baca beritanya di Media Online dan kenapa didalam RUU KUHP itu, mau dilemahkan kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan Tipikor?”
“Bagaimana dengan Kasus Korupsi?, padahal di Bantaeng hingga saat ini, kinerja Kejaksaan Negeri Bantaeng dalam mengungkap kasus korupsi, sangat layak diapresiasi dan diacungi dua jempol”, kata dia.
“Dan juga saat ini, Kejaksaan adalah Lembaga Penegakan Hukum yang paling dipercaya nomor satu di Indonesia”, kata dia.
(***)