TAKALAR | JejakKasusNews.Id – Dunia pendidikan di Kabupaten Takalar kembali menjadi sorotan. Seorang siswi kelas 12 IPS 1 di UPT SMAN 2 Takalar, bernama Mei Khumairah, diduga menjadi korban perundungan dan perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan oleh wali kelasnya, Hj. Martini. Peristiwa tersebut terjadi saat upacara bendera, Senin, 25 Agustus 2025.
Kasus ini kini tengah dalam tahap penyelidikan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Takalar. Saat dikonfirmasi, Kasat Reskrim Polres Takalar, AKP Hatta, membenarkan bahwa proses masih berjalan dan belum masuk ke tahap penyidikan.
“Kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Terkait siapa saja yang telah diperiksa, nanti kami konfirmasi lebih lanjut ke Kanit PPA,” ujar AKP Hatta, Senin (1/9/2025).
Menurut keterangan ayah korban, Rahman Daeng Ta’le, anaknya dijatuhi hukuman berdiri di bawah terik matahari selama berjam-jam hanya karena datang terlambat mengikuti upacara. Ironisnya, puluhan siswa lain yang juga terlambat tidak dikenakan hukuman serupa.
“Ini bukan pendidikan, tapi penyiksaan. Anak saya dipermalukan di depan teman-temannya. Tidak seharusnya guru bersikap seperti itu,” ungkap Rahman dengan nada kecewa.
Rahman mengaku telah mencoba menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan dengan pihak sekolah. Namun, sikap yang ditunjukkan Hj. Martini saat dikonfrontasi justru memperkeruh suasana.
“Saat saya datang untuk meminta klarifikasi, beliau malah menantang saya untuk melapor ke polisi. Bahkan menyebut punya banyak keluarga yang bekerja di institusi hukum,” katanya.
Merasa diperlakukan tidak adil dan tidak mendapatkan respons bijak dari pihak sekolah, keluarga korban menegaskan enggan menempuh jalur damai. Mereka memilih membawa kasus ini ke ranah hukum dan mendesak Polres Takalar untuk menindaklanjuti secara serius.
“Kami serahkan semua ke jalur hukum. Tapi kalau penanganannya lambat atau terkesan main-main, kami siap menggerakkan massa untuk menduduki Polres,” tegas Rahman.
Menambah panasnya isu, seorang guru di sekolah tersebut yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkap bahwa beberapa guru sempat berusaha menghentikan hukuman tersebut. Namun, Hj. Martini menolak.
“Biar sampai pingsan,” ujar Hj. Martini, seperti ditirukan oleh sumber.
Mei yang tak tahan dengan panas akhirnya memutuskan pulang sebelum upacara selesai dan melaporkan kejadian itu kepada orang tuanya.
Tak hanya Hj. Martini, Kepala UPT SMAN 2 Takalar, Abd. Rauf, juga menjadi sorotan. Ia dinilai lalai dalam melakukan pengawasan terhadap guru-gurunya.
“Sebelumnya juga pernah muncul laporan soal dugaan pemotongan dana bantuan. Sekarang anak kami diperlakukan seperti ini. Ini bukan sekolah, ini tempat intimidasi,” kritik Rahman Daeng Ta’le.
Desakan dari wali murid agar Kepala Sekolah dicopot pun mulai mencuat. Mereka menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap manajemen sekolah.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Iqbal Najamuddin, menyatakan akan turun langsung ke lapangan.
“Saya belum menerima laporan resmi, namun akan segera mengecek langsung ke sekolah untuk memastikan kebenaran informasi yang beredar,” kata Iqbal, Rabu (27/8/2025).
Sementara itu, Kepala SMAN 2 Takalar, Abd. Rauf, membenarkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum guru tersebut tidak sesuai dengan aturan dan tata tertib sekolah.
“Memang tidak ada aturan yang membenarkan siswa dijemur karena terlambat. Kami akan menggelar rapat internal dan mengambil langkah tegas jika terbukti ada pelanggaran,” ujarnya.
Namun hingga berita ini diturunkan, Hj. Martini belum memberikan keterangan resmi. Saat dihubungi oleh wartawan, ia hanya menyatakan sedang mengajar dan belum bisa memberikan komentar.
Kasus ini telah memicu kekhawatiran mendalam di kalangan orang tua siswa. Mereka berharap sekolah bisa menjadi tempat yang mendidik dan melindungi anak-anak, bukan justru menciptakan trauma.(*/)
Lp : Tr