TAKALAR / JEJAK KASUS NEWS.ID – Kasus pengrusakan kantor desa sampulungan kecamatan galesong utara kabupaten takalar sampai saat ini masih bergulir dan menjadi kontrofersi di luar sana, meskipun ke empat tersangka telah mengakui kesalahannya dan telah menjalani hukumannya di balik jeruji besi. Tapi suatu fakta yang ada saat ini dihimpun media diketahui bahwa ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya dugaan oknum pejabat yang melakukan pemerasan terhadap ke empat pelaku tersebut. Sampai berita ini diterbitkan Rabu 25/01/2023.
Dari data yang dihimpun media di lapangan diketahui bahwa ke empat pelaku tersebut laporannya telah dicabut dan bebas. Namun ironisnya lagi, kok bisa ke empat pelaku tersebut setelah bebas dari tahanan karena laporannya telah dicabut oleh oknum sekdes sampulungan tersebut dengan syarat harus memperbaiki segala kerusakan dan mengganti perabot alat kantor yang telah dirusak oleh para pelaku. Dan harus membayar ganti rugi sebesar 29 juta rupiah, di luar dari perbaikan yang telah dibenahi oleh keluarga pelaku.
Dari keterangan yang dikumpulkan oleh media bersama Tim Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKIN) melalui berbagai sumber keluarga pelaku, dikatakannya bahwa “Tuntutan terhadap para pelaku yaitu anak-anak kami akan dicabut laporannya oleh oknum sekdes sampulungan tersebut di Polisi asalkan kami siap memperbaiki kerusakan dan alat kantor desa dan siap membayar 29 juta rupiah di luar kerusakan tersebut.” Tutur keluarga korban kepada media.
Ditambahkannya bahwa “Kami selaku keluarga pelaku telah melakukan perbaikan di kantor desa, dan anehnya lagi kami dimintai uang sebesar 29 juta rupiah di luar apa yang telah kami kerjakan atau perbaiki. Pada hal himbauan Pj.Bupati Takalar Dr. Setiawan Aswad mengatakan bahwa setelah diperbaiki segala kerusakan maka selesai persoalan. Tapi ini malah para oknum desa sampulungan, melalui sekdes dan camat galesong utara meminta uang ke kami sebesar 29 juta, sebagai ganti rugi di luar perbaikan. Berarti apa yang telah disampaikan oleh Pj.Bupati Takalar tidak di indahkannya.” Ungkapnya.
Dilain sisi, Arny Jonathan SH menuturkan bahwa “Ada keganjalan sebab ke empat keluarga tersangka pengrusakan Kantor Desa Sampulungan setelah perbaikan dengan nilai kerugian kurang lebih Rp.7.000.000 juta, dengan biaya sendiri dan sudah selesai diperbaiki. Anehnya oknum Camat Galesong utara bersama sekdes sampulungan memaksa membayar lagi kerugian sebesar Rp. 29.000.000 juta, pada hal ke empat orang tua pelaku sudah memperbaiki kerusakan kantor desa, dan sudah membeli barang yang rusak, namun kata sekdes biar sudah kita perbaiki tetap bayar 29 juta, bayar pertama 15 juta yang 14 juta menjadi utang dan tanggung jawab ke empat pelaku setelah keluar (bebas) Padahal kesepakatan RJ adalah perbaikan sesuai kerusakan,” ucapnya.
“Yang kedua jaksa penuntut umum sendiri mengatakan di hadapan saya dan Kasi Pidum bahwa tidak ada pembayaran ganti rugi dengan uang tunai, yang ada adalah perbaikan sesuai kerusakan, Kalau ada oknum yang meminta uang, Bu pengacara berhak melaporkan ke kepolisian, itu kata pak jaksa.” Ungkapnya.
“Pada waktu sekdes meminta uang itu dengan cara mendesak orang tua pelaku melalui salah satu keluarga yang masih status DPO bahwa, bawami sekarang uangnya yang 15 juta, sore anak-anak sudah bisa pulang. Dan uang tersebut telah diserahkan di rumah Pak Desa Sampulungan, namun kenyataannya seminggu anak-anak (Pelaku) belum dikeluarkan juga. Seharusnya kalau memang ada seperti itu kenapa bukan di kantor desa penyerahan yang disaksikan oleh orang tua pelaku, atau penasehat hukumnya, dan juga di hadapan tokoh masyarakat.” Terangnya.
Saat mengetahui informasi tersebut, TIM Lembaga Anti Korupsi Nasional (LAKIN) melakukan penelusan kepada seluruh keluarga tersangka dan mengumpulkan bukti-bukti yang diduga Sekdes Sampulungan (AR) bersama oknum Camat Galesong Utara ( ML) melakukan dugaan pemerasan terhadap ke empat tersangka,” Benarkah apa yang dilakukan kepala desa bersama camat sampulungan melakukan pemerasan.”
Sekjen Lembaga Anti Korupsi Nasional (LAKIN) Ikhsan Mapparenta Dg Tika bersama Tim selanjutnya berupaya menemui Kepala Desa, Sekdes dan Camat Galesong Utara dengan mendatangi kantornya masing-masing untuk melakukan konfirmasi yang sedetail-detailnya agar persoalan ini dapat terselesaikan dengan suatu pemberitaan yang berimbang, namun kenyataannya malah mereka sengaja menghindar dan enggang mengangkat telpon kami, dan malah nomor kami di Blokir olehnya.
Ditambahkannya, “Sekdes Sampulungan (AR) yang berhasil dihubungi melalui telpon mengatakan bahwa saya ada di Mall Trans7 dan silahkan kemari temui saya, dan kamipun segera merapat kesana untuk menemuinya, tapi faktanya beliau malah tidak ada di tempat, jadi kami anggap bahwa Sekdes tersebut mempermainkan kami,” terangnya.
Ditambahkannya bahwa “Kami telah mengantongi Data yang falid (A1) terkait kasus ini, karna kami telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjumpai mereka, namun mereka semua kabur dan menghindari kami untuk dikonfirmasi, malah kami telpon tidak diangkat dan ada juga yang telah memblokir kontak kami. Jadi kami harap para oknum siapkan saja hak jawabnya.” Harapnya.
Seharusnya Pak Camat Galesong Utara menemui kami, bukan menghindari kami dan malah melakukan jumpa Pers untuk menepis berita kami yang dianggap bohong tersebut. Seharusnya klarifikasi ke kami dan berikan hak jawabnya, bukan malah memanggil rekan wartawan yang tidak tau apa-apa akan peristiwa tersebut, dan seharusnya orang tua pelaku yang dipanggil menghadap ke kantor camat itu harus di dampingi Penasehat Hukumnya (PH), kan bisa saja mereka merasa tertekan.
“Apa lagi diketahui dari telpon keluarga pelaku bahwa orang tua pelaku betul ada hadir di kantor kecamatan, namun yang berbicara hanyalah salah satu perwakilan pelaku yang DPO dan bukan orang tua pelaku yang menjalani hukuman yang berbicara dan mereka tidak dipersilahkan untuk berbicara.” Tutup Ikhsan Mapparenta.
Lp ; T I M / P R M G I